1. Kerajaan Samudra Pasai
Kerajaan Samudra Pasai merupakan kerajaan Islam
pertama di Indonesia, didirikan oleh Malik As-Saleh. Kerajaan ini terletak di
Lhok Seumawe Aceh Utara. Wilayahnya sangat strategis karena berada di daerah
Selat Malaka yang merupakan jalur perdagangan dan pelayaran internasional. Pada
masa pemerintahan Malik As-Saleh, Kerajaan Samudra Pasai berkembang menjadi
bandar-bandar pelabuhan besar yang banyak didatangi oleh pedagang dari berbagai
daerah, seperti India, Gujarat, Arab, dan Cina. Dalam perkembangannya setelah
Malik As-Saleh wafat pada 1927, kegiatan pemerintahan dilanjutkan oleh
putranya, yaitu Sultan Muhamad Malik Al-Taher (1927 – 1326), Sultan Ahmad, dan
Sultan Zainul Abidin.
2. Kerajaan Malaka
Pendiri Kerajaan Malaka adalah Paramisora atau Iskandar
Syah. Kerajaan ini letaknya berhadapan dengan Selat Malaka sehingga sangat
strategis sebagai jalur perdagangan dan pelayaran. Karena letaknya tersebut,
kerajaan ini sering kali menjadi tempat persinggahan para pedagang Islam yang
berasal dari berbagai negara. Selain Iskandar Syah, terdapat beberapa raja yang
sempat memimpin Kerajaan Malaka, di antaranya sebagai berikut.
a. Muhammad Iskandar Syah yang berkuasa pada 1414-1424.
b. Sultan Mudzafat Syah dan Sultan Mansur Syah yang berkuasa
pada 1458-1477.
c. Sultan Alaudin Syah yang berkuasa pada 1477-1488.
d. Sultan Mahmud Syah yang berkuasa pada 1488-1511.
Kerajaan Malaka banyak dikunjungi oleh para pedagang dari
Gujarat, Cina, Arab, Persia, dan negara lainnya sehingga kerajaan ini
memanfaatkannya untuk meningkatkan kegiatan ekonominya. Karena kemajuannya
dalam perdagangan, Kerajaan Malaka mampu mengalahkan kemajuan Kerajaan Samudra
Pasai.
3. Kerajaan Demak
Kerajaan Demak merupakan kerajaan Islam pertama di Jawa yang
didirikan oleh Raden Patah pada tahun 1478. Raden Patah (bergelar Alam Akbar Al
Fattah) adalah putra Raja Majapahit Brawijaya, dengan ibu keturunan Champa
(daerah yang sekarang perbatasan dengan Kamboja dan Vietnam). Pada awal abad
ke-14, Kaisar Yan Lu dari Dinasti Ming mengirimkan seorang putri kepada
Brawijaya di Kerajaan Majapahit sebagai tanda persahabatan kedua negara. Putri
yang cantik jelita dan pintar ini segera mendapatkan tempat istimewa di hati
raja. Raja Brawijaya sangat tunduk pada semua kemauan sang putri jelita, yang
nantinya membawa banyak pertentangan dalam istana Majapahit.
Raja Brawijaya sudah memiliki permasuri yang berasal dari
Champa, masih kerabat Raja Champa dan memiliki julukan Ratu Ayu Kencono Wungu.
Makamnya saat ini ada di Trowulan, Mojokerto. Sang permaisuri memiliki
ketidakcocokan dengan putri pemberian Kaisar Yan Lu. Akhirnya, Raja Brawijaya
dengan berat hati harus menyingkirkan putri cantik ini dari Majapahit. Dalam
keadaan mengandung, putri cantik itu dihibahkan oleh Raja Brawijaya kepada
Adipati Palembang, Arya Sedamar. Di sanalah Jim-Bun atau Raden Patah
dilahirkan.
Dari Arya Sedamar, putri ini memiliki seorang anak laki
laki. Dengan kata lain Raden Patah memiliki adik laki laki seibu, tetapi
berbeda ayah. Setelah memasuki usia belasan tahun, Raden Patah, bersama
adiknya, dan diantar ibunya berlayar ke Pulau Jawa untuk belajar di Ampel
Denta. Raden Patah mendarat di pelabuhan Tuban sekitar tahun 1419 Masehi.
Jim-Bun atau Raden Patah sempat tinggal beberapa lama di Ampel Denta di rumah
pamannya, kakak-misan ibunya.
Sunan Ampel juga bersama para saudagar besar Muslim ketika
itu. Di sana pula ia mendapat dukungan dari rekan-rekan utusan Kaisar Cina,
Panglima Cheng Ho atau juga dikenal sebagai Dampu-awang atau Sam Poo Tai-jin.
Panglima berasal dari Xin-Kiang, pengenal Islam.
Saat itu pengaruh Majapahit telah memudar, dan wilayahnya
hanya sebagian kecil Jawa Timur. Raden Patah meninggal tahun 1518, dan
digantikan oleh menantunya, Pati Unus. Pada tahun 1521, Pati Unus memimpin
penyerbuan ke Malaka melawan pendudukan Portugis. Pati Unus gugur dalam
pertempuran ini, dan digantikan oleh adik iparnya, Sultan Trenggono.
Pada saat Kerajaan Majapahit mengalami masa surut, secara
praktis wilayah-wilayah kekuasaannya mulai memisahkan diri. Wilayah - wilayah
yang terbagi menjadi kadipaten-kadipaten tersebut saling serang, saling
mengklaim sebagai ahli waris takhta Majapahit. Pada masa itu, arus kekuasaan
mengerucut pada dua adipati, yaitu Raden Patah dan Ki Ageng Pengging.
Sementara, Raden Patah mendapat dukungan dari Walisongo, Ki Ageng Pengging
mendapat dukungan dari Syech Siti Jenar.
Demak di bawah Pati Unus adalah Demak yang berwawasan
Nusantara. Pati Unus adalah seorang raja yang memimpikan kembalinya kejayaan
Majapahit melalui Demak. Visi besarnya adalah menjadikan Demak sebagai
kesultanan maritim yang besar. Pada masa kepemimpinannya, Demak merasa terancam
dengan pendudukan Portugis di Malaka. Dengan adanya Portugis di Malaka,
kehancuran pelabuhan-pelabuhan Nusantara tinggal menunggu waktu.
Sultan Trenggono berjasa atas penyebaran Islam di Jawa Timur
dan Jawa Tengah. Di bawah Sultan Trenggono, Demak mulai menguasai daerah-daerah
Jawa lainnya seperti merebut Sunda Kelapa dari Pajajaran serta menghalau
tentara Portugis yang akan mendarat di sana (1527), Tuban (1527), Madiun
(1529), Surabaya dan Pasuruan (1527), Malang (1545), dan Blambangan, kerajaan
Hindu terakhir di ujung timur Pulau Jawa (1527, 1546). Panglima perang Demak
waktu itu adalah Fatahillah, pemuda asal Pasai (Sumatra), yang juga menjadi
menantu Sultan Trenggono. Sultan Trenggono meninggal pada tahun 1546 dalam
sebuah pertempuran menaklukkan Pasuruan, dan kemudian digantikan oleh Sunan
Prawoto.
Kepemimipinan Sunan Prawoto tidak mulus. Sunan Prawoto
ditentang oleh adik Sultan Trenggono, Pangeran Seda Lepen. Pangeran Seda Lepen
terbunuh, dan akhirnya pada tahun 1561 Sunan Prawoto beserta keluarganya
dihabisi oleh suruhan Arya Penangsang, putra Pangeran Seda Lepen.
Arya Penangsang kemudian menjadi penguasa takhta Demak.
Suruhan Arya Penangsang juga membunuh Adipati Jepara, ini menyebabkan banyak
adipati memusuhi Arya Penangsang. Arya Penangsang akhirnya dihabisi oleh
pasukan Joko Tingkir, menantu Sunan Prawoto. Joko tingkir memindahkan istana
Demak ke Pajang, dan di sana ia mendirikan Kesultanan Pajang.
4. Kerajaan Mataram Islam
Kerajaan Mataram Islam berdiri berkat perjuangan dari Ki
Ageng Pemanahan yang meninggal pada 1575. Setelah meninggal, digantikan oleh
anaknya, yaitu Sutawijaya yang lebih dikenal dengan Senopati Ing Alaga Sayidin
Panatagama Khalifatullah. Pada masanya, Kerajaan Mataram terus berkembang dan
menjadi kerajaan terbesar di Jawa. Wilayahnya berkembang seputar Jawa Tengah,
Jawa Timur, Cirebon, dan sebagian Priangan.
Setelah meninggal pada tahun 1601, Sutawijaya digantikan
oleh Mas Jolang atau Panembahan Seda Ing Krapyak (1601-1613). Selanjutnya,
diteruskan oleh anak Mas Jolang yaitu Raden Mas Martapura karena sering
sakit-sakitan, Raden Mas Martapura digantikan oleh anak Mas Jolang yang lain,
yaitu Raden Mas Rangsang yang dikenal dengan nama Sultan Agung (1613-1645).
Pada masa Sultan Agung inilah Mataram mengalami puncak kejayaan.
Dalam perkembangan selanjutnya, Kerajaan Mataram terpecah
belah sehingga berubah menjadi kerajaan kecil. Perpecahan disebabkan adanya
gejolak politik di daerah-daerah kekuasaan Mataram dan peran serta VOC dan
penguasa Belanda yang menginginkan menguasai tanah Jawa.
Dalam Perjanjian Giyanti (1755) disebutkan bahwa wilayah
Mataram dibagi menjadi dua wilayah kerajaan sebagai berikut.
a. Daerah Kesultanan Yogyakarta yang disebut Ngayogyakarta
Hadiningrat dengan Mangkubumi sebagai rajanya dan bergelar Hamengkubuwono.
b. Daerah Kasuhunan Surakarta yang diperintah oleh
Pakubuwono.
Akibat Perjanjian Salatiga peranan Belanda dalam pemerintahan
Mataram semakin jauh sehingga pada 1913 Mataram akhirnya terpecah menjadi empat
keluarga raja yang masing-masing memiliki kekuasaan, yaitu Kesultanan
Yogyakarta, Kasuhunan Surakarta, Pakualaman dan Mangkunegaran.
5. Kerajaan Cirebon
Kerajaan ini lahir pada abad ke-16. Pada abad tersebut,
daerah Cirebon berkembang menjadi pelabuhan yang ramai dan menjadi salah satu
pusat perdagangan di pantai utara Jawa Barat. Majunya kegiatan perdagangan juga
mendorong proses islamisasi semakin berkembang sehingga Sunan Gunung Jati
membentuk kerajaan Islam Cirebon. Dengan terbentuknya kerajaan Islam Cirebon,
maka Cirebon menjadi pusat perdagangan dan pusat penyebaran Islam di Jawa
Barat.
6. Kerajaan Banten
Pendiri Kerajaan Banten adalah Sunan Gunung Jati dan raja
pertamanya adalah Hasanuddin yang merupakan anak dari Sunan Gunung Jati. Semula
wilayah ini termasuk bagian dari Kerajaan Pajajaran. Kerajaan Banten memiliki
hubungan dengan kerajaan Demak. Hasanuddin menikah dengan putri Sultan
Trenggono dan melahirkan dua orang anak, yaitu Maulana Yusuf dan Pangeran
Jepara.
Dalam perkembangan selanjutnya, Maulana Yusuf pada 1570
menggantikan ayahnya untuk menjadi raja Kerajaan Banten yang kedua sampai
dengan tahun 1580. Setelah itu, dilanjutkan oleh anak Maulana Yusuf
(1580-1605), kemudian Abdul Mufakhir, Abu Mali Ahmad Rahmatullah (1640-1651)
dan Abu Fatah Abdulfatah yang lebih dikenal dengan Sultan Ageng Tirtayasa
(1651-1582). Pada masa Sultan Ageng Tirtayasa inilah Kerajaan Banten mengalami
puncak kejayaan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar